Memikirkan Kegiatan/Event Sekolah agar Tidak Sekadar Dilaksanakan, namun Bermakna dan Meminimalisir Kekecewaan
Kegiatan di lingkup pendidikan mulai sekolah tingkat dasar sampai lanjut bahkan pendidikan tinggi tidak hanya berurusan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas saja. Ada kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan atau kompetensi murid, misalnya ekstrakurikuler sampai pada peringatan hari-hari tertentu yang bersifat keagamaan, nasional, maupun hari khas suatu daerah. Semua kegiatan tersebut tujuannya adalah mencapai pendidikan yang lebih holistik atau menyeluruh dan tidak terpaku pada perkembangan akademik di mata pelajaran saja. Biasanya pelaksana dari kegiatan-kegiatan sekolah tersebut adalah para murid yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan dibantu oleh guru-guru pembina, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, atau di suatu sekolah yang sudah maju, bisa jadi para murid bergerak sendiri. Kebetulan saya sering bersinggungan dengan pelaksanaan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dan pada tulisan ini saya ingin mengeluarkan pemikiran saya.
Kegiatan sekolah biasanya melibatkan banyak pihak, berskala kecil, menengah, atau besar. Ketika kegiatan tersebut berskala besar, maka wajib bagi penyelenggara untuk mempersiapkannya dengan baik. Karena kebutuhan tenaga yang sangat banyak diperlukan untuk menghasilkan kegiatan besar dengan hasil akhir baik. Minimal tidak terdapat kesalahan yang berujung kekecewaan bagi peserta atau pihak yang terlibat. Hal tersebut penting untuk diperhatikan, mengingat saya selalu berpatokan pada hal berikut, "Membuat event/kegiatan itu capek, nah tinggal kita mau pilih saja. Capek yang worth it atau bermakna, atau kita udah capek, tapi dihujat, dihina oleh peserta. Nah, kalau milih pilihan yang pertama, maka kita harus berani bercapek-capek memikirkan semuanya dari sebelum kegiatan dimulai sampai selesai." Saya beri penekanan di sini adalah pada fase persiapan. Saat bertugas menjadi panitia, kebanyakan murid-murid sekolah lebih dominan menyukai ketika kegiatan berlangsung atau saat hari H kegiatan baru bersemangat menjalaninya. Ketika fase persiapan, biasanya hanya orang-orang tertentu yang terlibat sebagai konseptor, merancang agenda kegiatan, hingga mengkoordinasikan tugas-tugas ke pelaksana lapangan. Padahal pentingnya fase persiapan itu sangat menunjang bagaimana keberlangsungan kegiatan saat sudah dimulai.
Kita bisa melihat perbedaan kegiatan atau event sekolah yang dipersiapkan dengan baik dengan yang cuma diadakan yaa yang penting ada pada penjelasan saya berikut.
1. Event/kegiatan Haruslah Punya Makna atau Fondasi Esensial Mengapa Harus Dilakukan
Esensi atau dasar dari suatu kegiatan merupakan hal utama yang harus dipikirkan sejak awal. Mengapa kegiatan A diadakan? Apakah untuk memperingati hari tertentu? Apa kaitannya kegiatan dengan peringatan hari tersebut? Sejauh mana pengaruhnya jika itu dilakukan sekarang kepada peserta? Apa tujuannya? Apa manfaat yang diperoleh peserta jika kegiatan tersebut dilaksanakan? Sederet pertanyaan tersebut dan beberapa pertanyaan lainnya yang terkait harus bisa dijawab terlebih dahulu oleh panitia pelaksana kegiatan. Jika sudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, barulah lanjut ke tahap berikutnya dalam menyusun kegiatan, membedah teknis setiap kegiatan, sampai pada persiapan-persiapan menuju hari H dan evaluasi. Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab, maka rawan terjadinya konsep kegiatan yang kurang menarik, tidak berkesan, bahkan cenderung mengecewakan, atau malah cuma berakhir hanya menghamburkan anggaran atau biaya dan menghasilkan kelelahan yang tidak berujung pada kepuasan batin.
2. Event/kegiatan yang Dilaksanakan Haruslah Memperhatikan Kondisi Kodrat Alam Peserta dan Tidak Melakukan Hal-hal yang Menyalahinya
Misalnya, kegiatan lomba yang bertema olahraga, maka yang harus diperhatikan dengan baik adalah adanya kodrat alami manusia bahwa kemampuan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda. Kondisi fisik laki-laki secara umum lebih unggul dibanding perempuan. Perempuan unggul di bidang emosional. Ketika suatu kompetisi olahraga yang mensyaratkan kekuatan fisik dilakukan, maka peserta yang dipertandingkan haruslah berimbang. Misalnya dalam pertandingan bulu tangkis. Maka akan diberikan beberapa kategori seperti tunggaal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran. Ganda campuran mempertandingkan laki-laki dan perempuan dalam komposisi yang sama. Pada olahraga catur, memang kita bisa menemui laki-laki bertanding melawan perempuang. Namun, kita juga harus melihat bahwa standar master putra dan master putri pun dibedakan. Kita tidak pernah menemui pertandingan olahraga yang mempertemukan antara tim putra melawan putri dalam kompetisi resmi. Kalaupun ada, kemungkinan sudah diatur supaya sifatnya adalah hiburan, tidak resmi, atau tim wanitanya diberikan keuntungan jumlah pemain, atau aturan khusus yang melarang tim putra melakukan tindakan tertentu.
Begitu pula pada kodrat usia. Maka tidak mungkin mempertandingkan olahraga dengan perbedaan usia yang sangat jauh. Biasanya ketika ada kegiatan kompetisi olahraga, maka diberikan kategori/kelompok umur seperti U-17, U-19, U-20, U-23 dan lain-lain. Pengecualian juga diberikan ketika sifat kompetisinya hilang atau menjadi ajang hiburan. Ketika lomba bersifat bukan tentang fisik atau olahraga, maka biasanya pembedaan gender menjadi lebih longgar. Misalnya kegiatan kesenian dan kreatifitas, maka tidak ada pembedaan antara kelompok putra dan putri. Semua punya kesempatan yang sama karena secara kodrat, baik laki-laki maupun perempuan bisa melatih diri untuk meningkatkan kemampuan olah seni. Jika kodrat alam ini tidak diperhatikan dengan benar, maka bukan tidak mungkin timbul kecurangan yang bisa diperkarakan.
3. Event yang Dipersiapkan dengan Baik akan Memiliki Banyak Rencana Cadangan jika Rencana Utama Gagal Terlaksana Disebabkan Faktor yang Dapat Dikendalikan maupun Faktor di Luar Kendali seperti Kondisi Cuaca.
Misalnya, event lomba yang menggunakan lapangan atau ruangan. Jika dipersiapkan dengan baik, maka ketika kondisi cuaca tidak memungkinkan ada alternatif solusi yang dapat diambil, seperti memindahkan lokasi, menukar jadwal pertandingan di hari/waktu lain, mengurangi waktu tanding agar lebih cepat selesai, atau solusi menyesuaikan keadaan. Jika dipersiapkan dengan baik, maka ketika hari H kondisi cuaca tidak menentu, panitia sudah siap dengan alternatif solusi yang dipilih, lebih efisien, hemat waktu dibanding baru memikirkan solusi saat kejadian berlangsung.
4. Event yang Dipersiapkan dengan Baik Memiliki Tingkat error atau Kegagalan Pelaksanaan Lebih Minimal Dibandingkan dengan Event yang hanya Dilaksanakan Sekadar Ada.
Ketika membuat event dengan sistem kompetisi, maka yang harus diutamakan adalah kejelasan informasi mengenai kompetisi kepada peserta. Informasi yang disampaikan harus detail, menyeluruh mengenai perangkat lomba, apa saja yang harus disiapkan oleh peserta dan apa saja yang harus disediakan oleh panitia, sistem lomba, durasi, jadwal, sampai hal-hal lain yang terkait. Yang harus dipahami adalah, segala keperluan teknis pelaksanaan lomba harus dibedah sedetail mungkin untuk mengantisipasi kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi. Hal tersebut juga bertujuan mencegah terjadinya ketidakadilan antar peserta. Panitia harus menyiapkan dengan benar arena lomba agar tidak ada peserta yang merasa arenanya tidak sama dengan peserta lain sehingga memperoleh kerugian. Begitu pula dengan peralatan lomba yang harus dibuat standar yang sama dan diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan.
Segala hal mengenai lomba harus dibahas tuntas terlebih dahulu sebelum dipublikasikan kepada peserta sehingga meminimalisir error atau kesalahan yang mungkin terjadi. Segala persiapan dengan matang memang tidak menjamin kegiatan selalu lancar, namun setidaknya sudah meminimalisir jumlah kesalahan yang mungkin terjadi dan sudah menyiapkan rencana alternatif seperti pada poin 1. Jika tidak melakukan persiapan dengan matang dan malas memikirkan detail kegiatan sejak awal, siap-siap saja pada saat pelaksanaan akan menemui banyak kesalahan seperti protes dari peserta karena merasa diperlakukan tidak adil, atau kecurangan yang muncul akibat tidak ada antisipasi seperti garis finish yang berbeda dari satu babak ke babak yang lain, wasit yang kurang kredibel, dan lain-lain.
5. Jika Memang Harus Mengubah Petunjuk Teknis Kegiatan atau Pelaksanaan, Hendaknya dengan Alasan yang Masuk Akal, tidak Merugikan Banyak pihak, dan Disosialisasikan dengan Menyeluruh.
Melanjutkan poin 4, ketika segala peraturan dan petunjuk teknis kegiatan sudah disusun sedemikian rupa, ehh di tengah-tengah masa persiapan terdapat pertanyaan dari peserta atau ada instruksi untuk mengubah menyesuaikan dengan kondisi terakhir kegiatan, maka sebaiknya dirundingkan kembali agar penyesuaian atau perubahan ketentuan lomba harus fokus pada solusi yang paling minimal untuk merugikan semua pihak. Contohnya dalam persiapan kegiatan lomba baris-berbaris, di awal pelaksanaan sudah ditentukan bahwa jumlah peserta dalam 1 tim adalah 10-12, maka hal tersebut menjadi ketentuan dasar. Semisal ketentuannya harus diubah menjadi lebih sedikit atau lebih banyak, maka harus dipikirkan kenapa hal tersebut penting untuk diubah. Apakah kondisi tiap peserta tidak memungkinkan untuk menurunkan tim dengan anggota yang banyak atau ada kendala lain. Semisal diubah, maka jangan sampai terlalu mepet dengan waktu kegiatan karena kegiatan lomba baris-berbaris membutuhkan waktu yang banyak untuk berlatih.
Begitu pula dengan lomba yang membutuhkan persiapan yang panjang lainnya seperti lomba drama, pembuatan baju daur ulang, olahraga tim, dan lain-lain. Jika memang ketentuan awal sudah disepakati apa, harusnya konsisten sampai pelaksanaan, kecuali suatu hal yang mendesak terjadi. Misalnya lomba drama sudah diberikan ketentuan peserta berjumlah sekian, tema apa, peralatan yang boleh digunakan dan tidak boleh digunakan apa. Lalu penilaian yang diberikan apa saja serta sanksi jika melanggar ketentuan seperti apa. Semuanya harus dipikirkan sejak awal sebelum masuk ke tahap sosialisasi ke peserta agar meminimalkan pertanyaan dan celah-celah kecurangan yang muncul. Ketika tiba-tiba terjadi perubahan di tengah masa persiapan sebelum hari H lomba, harus masuk akal dan semua peserta mengetahui serta menerima. Jika itu tidak dilakukan, ya siap-siap saja peserta akan kecewa dan bukan tidak mungkin akan menumpahkan kekecewaan terhadap kepada panitia dalam bentuk kritikan sampai hujatan karena ketidakjelasan panitia dalam merancang lomba atau kegiatan.
6. Panitia Event Hendaknya Sadar bahwa Prioritas Mereka adalah Kenyamanan Peserta
Panitia adalah orang-orang yang bertugas dalam penyelenggaraan kegiatan/event. Maka dari itu, sudah sewajarnya sejak awal dalam pikiran mereka adalah implementasi penyelenggaraan kegiatan yang membuat peserta menjadi nyaman, tertarik, antusias, sampai pada kepuasannya. Salah besar jika orientasi panitia adalah yang penting panitia sudah bekerja dan event telah berjalan. Jika itu yang dilakukan, maka event akan cenderung berjalan ala kadarnya dan bukan tidak mungkin mengundang kekecewaan dari peserta. Mindset itu penting karena jika tidak ditanamkan di awal, maka energi yang terkuras untuk event akan sia-sia, dan kepuasan setelah event berakhir tidak akan didapatkan. Ada suatu contoh kegiatan di mana terdapat jeda pada kegiatan sehingga panitia berinisiatif untuk mengisi kekosongan dengan undian, hiburan, atau games kecil-kecilan.
Ketika mindset prioritas bukanlah peserta, maka panitia akan mengambil alih kekosongan acara tersebut dengan mereka sendiri sebagai subyek pusat. Mereka sendiri yang mengisi acara dengan menyanyi, bermain tebak-tebakan sendiri tanpa melibatkan peserta atau paling parah adalah membagikan hadiah seolah-olah untuk peserta tapi mereka sendiri yang mendapatkan. Coba apa yang ada di benak peserta ketika melihat panitia yang asyik sendiri sampai pada mereka sendiri yang juga mendapatkan hadiah? Maka peserta atau penonton akan melihatnya sebagai, "ya wajar lah mereka sendiri yang panitia, mereka juga yang tau jawaban dari pertanyaan, mereka yang nyiapkan hadiah, kok mereka sendiri yang dapat." Hal tersebut sangat menimbulkan kekecewaan bagi para peserta dan dapat berakibat turunnya rasa kepercayaan (trust issue) bagi peserta untuk mengikuti kegiatan-kegiatan berikutnya yang diadakan oleh panitia yang sama.
Sementara ini dulu beberapa hal yang ingin saya sampaikan perihal persiapan dan pelaksanaan event/kegiatan sekolah agar pelaksanaannya berjalan dengan baik dan lancar. Kalaupun ada kendala, hal tersebut sudah paling minimal dibanding pelaksanaan yang acak-acakan.
Komentar
Posting Komentar